Welly Yusup

Welcome to my blog

Sabtu, 13 Juli 2013

Pemanfaatan Karet

Sol Sepatu 
 Sol sepatu adalah permukaan sepatu yang langsung bersentuhan dengan lantai.
 Sol biasanya tercetak terpisah atau mempunyai rancangan yang dibuat oleh sebuah calendar. (Marthan, 1998). Sol sepatu merupakan salah satu faktor penentu kualitas sepatu. Sol sepatu boots dibuat dari kompon keras (hard sol).

 Umumnya, sepatu boots dibuat dengan warna dasar hitam. Karena itu pembuatan sol sepatu boots digunakan bahan yang sifatnya keras seperti karet RSS, dan bahan pengisi dari hitam arang. Penggunaan sol karet di Indonesia ini sangat besar, dari data hasil survei potensi industry alas kaki, diperkirakan 50% dari konsumsi sol di Indonesia adalah sol karet (Profil Industri Kecil, 1986).
Syarat utama yang harus dimiliki oleh sol adalah ketahanan, kelenturan, kekerasan, daya tarik, kondisi penyimpanan serta bagian atas sol yang melekat (Marthan, 1998).

 Dalam pembuatan sol sepatu kompon merupakan campuran karet mentah dengan beberapa bahan kimia (ZnO,acid, chemisil, paraffinic oil, sulfur,) yang terlebih dahulu diramu dengan mencampurkannya menggunakan open mill atau banburi untuk mendapatkan kompon karet yang siap divulkanisasi. Kedalam kompon ditambahkan bahan pengisi drengan tujuan untuk meningkatkan sifat mekanik, memperbaiki karakteristik pengolahan dan menurunkan biaya.

 Kompon sol sepatu adalah kompon standar yang digunakan dalam pembuatan sol sepatu. Dan untuk selanjutnya dilakukan pengujian sifat-sifat mekanik vulkanisat karet dari kompon sol sepatu yang sudah jadi. Hasil pengujian sifat mekanik sol sepatu dapat diketahui dengan menyesuaikan hasil pengujian terhadap hasil yang baku. Standar mutu sol sepatu secara umum dapat dilihat dalam tabel 2

9.2. PEMANFAATAN KARET ALAM SEBAGAI BAHAN ADITIF PEMBUATAN JALAN ASPAL DAN BETON (Sumber : www.bptk.com)
Kerusakan dini jalan aspal dan beton disebabkan aspal memiliki kelemahan karena memiliki viskositas rendah dan tidak tahan terhadap panas, radiasi dan oksidasi; sedangkan beton juga memiliki kelemahan yang disebabkan kekerasan yang terlalu tinggi, elastisitas yang sangat rendah dan daya lekat yang lemah. Peningkatan mutu aspal dan beton sudah biasa dilakukan yaitu dengan cara memodifikasinya dengan penambahan bahan tambah atau aditif (modifier) seperti serat selulosa dan polimer.

Polimer yang banyak digunakan selama ini berupa polimer sintetik seperti SBS dan serbuk ban bekas.Penambahan aditif ke dalam aspal atau beton bertujuan agar diperoleh aspal dan beton yang a.l. memiliki fleksibilitas, ketahanan deformasi temperatur, modulus resilien, dan ketahanan usang (ageing) yang lebih baik. Penggunaan lateks alam sebagai aditif diprediksi lebih baik, karena selain berupa bahan alam yang ketersediaannya berlimpah, sifat lengket (tacky) dan sifat plastis lateks alam lebih baik. Selama ini penggunaan lateks alam sebagai aditif masih terbatas karena terdapat kelemahan dari lateks alam, disebabkan lateks mudah menggumpal ketika dicampur dengan aspal atau semen, kadar air lateks pekat yaitu jenis lateks alam dalam perdagangan, masih tinggi yakni > 40% dan karena amonia yang digunakan sebagai pengawet lateks sangat mengganggu dalam aplikasinya sebagai aditif aspal dan semen. Selain itu bobot molekul karetnya yang tinggi dapat menyebabkan viskositas aspal polimer yang mengunakan lateks terlalu tinggi, sehingga sulit untuk diaplikasikan dengan cara penyemprotan (spraying).

Pada penelitian ini disediakan beberapa jenis lateks dengan bahan bantu dan formulasi kompon tertentu yang diuji coba sebagai aditif aspal dan semen beton dalam pembuatan aspal dan beton polimer.

Jenis lateks yang diamati meliputi lateks pekat yang kadar airnya < 40% (LP-AR) yang diprediksi sesuai sebagai aditif aspal, lateks pekat berkadar karbohidrat rendah (LP-KR) yang diprediksi sesuai sesuai sebagai aditif semen, dan lateks pekat berviskositas rendah (LP-VR) yang partikel karetnya mempunyai daya lekat tinggi. Pada TA 2008 ini telah ditetapkan teknologi proses untuk memproduksi berbagai jenis lateks. Jenis lateks yang dibuat beserta teknologi produksi dan prediksi sifatnya sebagai aditif tercantum di dalam Tabel berikut. Dengan menggunakan lateks LP-AR yang berkadar air rendah diharapkan pengaruh muncratan air ketika lateks ditambah ke aspal dapat dikurangi sehingga diprediksi sesuai sebagai aditif aspal, khususnya aspal campuran panas (hot mix). Lateks LP-KR memiliki kandungan karbohidrat rendah, sedangkan karbohidrat dalam jumlah besar akan menghambat setting semen sehingga penggunaannya diprediksi sebagai aditif semen beton. Daya lekat lateks LP-VR disebabkan bobot molekul atau viskositas molekul karetnya lebih rendah dari molekul karet dalam lateks pekat. Dengan sifat demikian diprediksi lateks LP-VR sesuai sebagai aditif bahan tambal jalan aspal dan jalan beton. Dengan bobot molekulnya yang rendah tersebut juga diharapkan pengaruhnya pada kenaikan viskositas aspal dikurangi sehingga sesuai sebagai aditif aspal. Pada tahap selanjutnya, ketiga jenis lateks tersebut, dengan formulasi kompon dan bahan bantu penstabil yang sesuai akan diujicobakan sebagai aditif aspal dan semen / beton.

Forum PBT ( karet 1 )

Karet Bagian 1
by Popy Yuliarty Dosen - Wednesday, 29 May 2013, 10:40 AM
 
Karet merupakan kekayaan alam yang sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan mahluk hidup di dunia ini. Teknologi pengolahan karet telah banyak di aplikasikan sesuai kebutuhan produsen maupun konsumen, namun, permasalahan baru yang muncul adalah adanya limbah karet maupun limbah hasil pengolahan karet.
Anda diminta untuk mencari reverensi (dan menyebutkan sumbernya dengan jelas) tentang bagaimanakah penanganan limbah karet/pengolahan karet yang dapat meminimalisir efek buruknya bagi lingkungan serta jika mungkin, nilai tambah yang bisa didapatkan dari limbah tersebut.  Berikan pula deskripsi anda tentang hal tsb.

jawab ;

Re: Karet Bagian 1...it's me
by welly yusup 41612110045 - Wednesday, 22 May 2013, 06:33 PM
 
menurut sumber yang di dapat,pengolahan limbah karet sbb;
 
Industri pengolahan karet pekat menghasilkan limbah atau hasil samping dalam jumlah besar yang sebanding dengan jumlah lateks yang diproduksi. Pada tahun 1997, limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan lateks pekat di Indonesia sekitar 158.000 ton (IRSG, 1998).Limbah industri karet mengandung komponen bukan karet dalam lateks, lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan. Komponen bukan karet tersebut antara lain: protein, lipid, karotenoid, dan garam organik (Suwardin, 1989). Adanya aktivitas mikroorganisme di kolam penampungan limbah selama 4-6 hari menyebabkan partikel karet dalam lateks akan menggumpal secara alami (Alfa, 2001). Limbah karet mempunyai pH rendah yang disebabkan penggunaan asam semut dalam proses koagulasi dan nilai BOD (Biological Oxygen Demand) yang tinggi karena kandungan bahan organik dalam limbah mudah terurai secara biologis (Suwardin, 1989). Saat ini pengolahan limbah lebih banyak dilakukan secara biologis yaitu dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa komplek yang terkandung dalam limbah menjadi senyawa 60 Bioteknologi 2 (2): 49-53, Nopember 2005 yang lebih sederhana melalui suatu proses yang disebut biodegradasi.
 
 reverensi :
 

Kuis pengetahuan bahan teknik ( karet 1 )

Question 1

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Teknik pengolahan karet dengan melewatkan karet pada roll silinder yang berputar pada arah dan kecepatan berlawanan disebut teknik
Answer:
Correct

Feedback

Question 2

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linear mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat ini disebut
Answer:
Correct

Feedback

Question 3

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Penemu teknik pengolahan karet pada soal nomor 1 di atas adalah
Answer:
Correct

Feedback

Question 4

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Seorang penemu yang telah mematenkan teknik pembuatan jas hujan pada tahun 1823 adalah
Answer:
Correct

Feedback

Question 5

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Pada tahun 1839 Charles Goodyear berhasil menemukan zat yang dapat merubah sifat plastis karet.Zat tersebut adalah
Answer:
Correct

Feedback

Question 6

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

W.Oswald menemukan bahan pencegah degradasi pada barang jadi karet yaitu dengan penembahan zat
Answer:
Correct

Feedback

Question 7

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Dalam industri karet, yang dapat meningkatkan sifat mekanik barang jadi karet adalah dengan menambahkan
Answer:
Correct

Feedback

Question 8

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Pelukaan buatan yang diberikan pada kulit batang atau cabang tanaman karet (Hevea brasiliensis) secara berkala untuk jangka waktu yang lama sehingga lateks menetes ke luar dari pembuluhnya menuju mangkuk, lazim disebut
Answer:
Correct

Feedback

Question 9

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Pada pohon karet,getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas disebut
Answer:
Correct

Feedback

Question 10

Correct
Mark 10.00 out of 10.00
Flag question

Question text

Karet mentah disebut juga
Answer:
Correct

Feedback


Karet

 
Karet diyakini dinamai oleh Joseph Priestley, yang pada 1880 . Ia menemukan Lateks yang dikeringkan dapat menghapus tulisan pensil. Ketika karet dibawa ke Inggris , dia diamati bahwa benda tersebut dapat menghapus tanda pensil di atas kertas. Ini adalah awal penamaan rubber dalam bahasa Inggris. Di tempat asalnya, di Amerika Tengah dan Amerika Selatan , karet telah dikumpulkan sejak lama. Peradaban Mesoamerika menggunakan karet dari Castilla elastica. Orang Amerika Tengah kuno menggunakan bola karet dalam permainan mereka (lihat: permainan bola Mesoamerika ). Menurut Bernal Diaz del Castillo, Conquistador Spanyol sangat kagum terhadap pantulan bola karet orang Aztek dan mengira Bahwa bola tersebut dirasuki roh setan. Di Brasil orang lokal membuat baju tahan air dari karet. Sebuah cerita menyatakan bahwa orang Eropa pertama yang kembali ke Portugal dari Brasil dengan membawa baju anti-air tersebut menyebabkan orang-orang terkejut sehingga ia dibawa ke pengadilan atas tuduhan melakukan ilmu gaib.
Pemanfaatan karet sebagai bahan baku Industri semakin meluas di dunia didukung dengan hasil penelitian yang inovatif kala itu sehingga permintaan karet melonjak maka usaha budidaya karet diluar Amazon mulai digalakkan.
Karet yang digunakan oleh bangsa Eropa kala itu, seluruhnya didatangkan dari Brazil dalam bentuk koagulum karet sehingga pemanfaatnya dalam industri juga masih terbatas. Titik terang industri karet di eropa mulai tampak berkat penemuan Charles Manchintos di tahun 1818 bahwa coal tar naphta limbah dari pengolahan batu bara dapat dimanfaatkan sebagai pelarut karet yang efektif dan ekonomis. Dengan penemuannya, Manchintos mampu membuat jas hujan dengan melapisi permukaan lembaran karet dengan coal tar naptha kemudian merekatkan kedua permukaan karet yang telah terlapisi tadi. Manchintos kemudian mematenkan teknik pembuatan jas hujan ini pada tahun 1823. 
Pada awalnya, penanaman Hevea di Indonesia kurang mendapat respon positif karena masyarakat telah lebih dahulu mengenal pohon lokal yang juga menghasilkan getah yaitu Fiscus elastica. Pohon berdaun lebar dan bersinar ini merupakan pohon favorit masyarakat Belanda. Selain itu juga pemerintah Belanda lebih menyukai menanam pohon karet jenis Manihot glaziovii yang tumbuh dengan baik di propinsi dengan iklim kering di Brasil yaitu Ceara dan Castiloa elastica yang aslinya berasal dari Mexico dengan anggapan bahwa pohon karet Hevea hanya mampu tumbuh didaerah dengan kelembaban tinggi. Tahun 1889, Pemerintah Belanda membuka perkebunan karet di daerah Pamanukan dan Ciasemlanden, Jawa Barat dengan karet yang ditanam jenis Fiscus elastica. Perkebunan ini dianggap sebagai perkebunan karet tertua di dunia. Hasil dari perkebunan kurang memuaskan karena produktivitas lateks rendah dan tanaman mudah terserang hama dan penyakit. Industrialis Inggris lainnya, Thomas Hancock menyadari kesulitan melarutkan karet dalam pelarut tertentu. Oleh karena itu beliau memikirkan cara lain dalam memproses karet yang jauh lebih mudah daripada dengan melarutkannya yaitu dengan melunakkan karet. Teknik ini dikenal dengan mastikasi dengan melewatkan karet pada roll silinder yang berputar pada arah dan kecepatan berlawanan. Alat mastikasi dinamakan mastikator. Pada tahun 1837, Hancock memantenkan mastikator.
Penemuan Hancock mengilhami industrialis di belahan benua lain dalam mengembangkan proses pengolahan karet, misalnya E.M. Chaffee dari Roxburg Rubber Company di Amerika Serikat yang mematenkan teknik calendering di tahun 1836 dan  H. Bewley mematenkan ekstruder unuk gutta percha tahun 1845. Kembali ke Inggris, Hancock menyatakan tertarik dengan usaha yang dijalankan Manchintos, keduanya mengumumkan bekerja sama memproduksi Macintosh coats atau Mackintoshes.
Umumnya barang jadi karet termasuk jas hujan produksi perusahaan Hancock dan Manchintos, belum mampu memenuhi kepuasan konsumen karena mengeras di musim dingin dan melembek saat terkena suhu tinggi. Charles Goodyear melihat penonema ini sebagai peluang untuk membawa perubahan di industri karet. Goodyear terus melakukan penelitian agar dapat merubah sifat plastis karet. Pada tahun 1839, di laboratorium miliknya secara tidak sengaja Goodyear menumpahkan sulfur pada karet yang berada di dekat perapian dan pada keesokan harinya Goodyear menemukan bahwa karet berubah menjadi elastis.Goodyear menyadari jika sulfur dan panas dapat merubah sifat karet. Goodyear kemudian menamakan temuannya dengan vulkanisasi.
Selain penemuan Hancock dengan mastikasinya dan vulkanisasi oleh Goodyear, masih banyak hasil penemuan tentang teknologi pengolahan karet antara lain  ditemukannya accelerator yang mempersingkat waktu vulkanisasi oleh Hofmann dan Goltop, Alexander Parkes menemukan teknik cold vulcanization yang menggunakan larutan sulfur klorida di dalam karbon disulfida, disusul oleh S.J. Peachey  pada tahun 1918 menemkan cara vulkanisasi menggunakan sulfur aktif. Kemudian W. Oswald menemukan bahan pencegah degradasi pada barang jadi karet yaitu anilin dan bahan aromatis lainnya. Dan terakhir penggunaan carbon black dalam industri karet yang dapat meningkatkan sifat mekanik barang jadi karet. Hasil penelitian-penelitian tersebut menjadi pelopor perkembangan modernisasi dalam industri karet di dunia sehingga menyebabkan pemanfaatan karet di industri semakin luas antara lain sebagai ban, selang dan peralatan kedokteran. Hal ini turut berimbas terhadap naiknya permintaan karet alam yang tidak dapat dipenuhi oleh Brazil sebagai satu-satunya produsen karet alam di dunia pada abad ke-19. Hancock yang mampu membaca situasi krisis karet ini mulai mempelopori penanaman karet Hevea brasilinsies. Pada tahun 1835, Hancock mendekati Direktur Botanical Garden Kew London, Sir William Hooker dan menasehatinya untuk turut membantu mengenalkan dan mulai menanam pohon karet Hevea di wilayah kolonial Inggris yang berada Asia. Namun ide ini kurang direspon oleh Sir William Hooker. Beberapa tahun kemudian kesadaran untuk mulai membudidayakan pohon karet, diawali oleh Sir Clements Markham, pegawai pemerintahan Inggris di India. Beliau kemudian meminta James Collin yang telah terlebih dahulu mempelajari karet untuk mengerjakan proyek penanaman tersebut. Hasil studi Collin dipublikasikan tahun 1872 dan menjadi perhatian Direktur Kew Botanic Garden yang baru, Sir Joseph Hooker, putra dari Sir William Hooker. Selanjutnya Joseph Hooker berkerja sama dengan James Collin dalam usaha membudidayakan karet. Joseph Hooker membeli sekitar 2000 biji karet dari Farris atas permintaan Collin. Biji karet tersebut dicoba dikecambahkan namun pada akhirnya hanya 12 biji yang berhasil tumbuh hingga menjadi tanaman karet baru.
Ketertarikan untuk membudidayakan karet muncul dari bangsawan Inggris lainnya, Sir Henry Wickman yang menjelajahi hutan Amazon untuk mengumpulkan biji karet dan pada akhirnya berhasil membawa sekitar 70.000 biji karet ke Inggris tahun 1876. Biji karet Wickman kemudian dikecambahkan di Kew Botanical Garden namun hanya sekitar 2000 biji saja yang mampu berkecambah. Usaha budidaya karet juga terus dilakukan oleh Sir Clements Markham, beliau mengutus Robert Cross ke Amazon untuk mengumpulkan biji karet seperti yang dilakukan oleh Sir Wickman. Cross kembali ke Inggris dan berhasil membawa 1080 biji namun hanya 3% saja yang mampu bertahan selama perjalanan dari Brazil ke Inggris tanpa menjadi busuk.
Seratus buah biji karet Wickman yang berhasil tumbuh menjadi bibit perkecambahan kemudian dikirim ke Ceylon (sekarang Sri Langka) dari Kew Botanical Garden pada bulan September 1876. Selanjutnya di bulan Juni 1877, Kew Botanical Garden kembali mendistribusikan 22 tanaman karet dengan tujuan Singapore Botanical Garden. Tanaman karet tersebut diterima oleh Henry Ridley selaku Direktur Singapore Botanical Garden yang selanjutnya dijuluki ”mad Ridley” karena kegigihannya dalam membudidayakan tanaman karet di tanah Malaya. Henry Ridley menanam 75% dari tanaman itu di Residency Garden di Kuala Kangsar kemudian di tahun 1884, Frank Swettenham menanam 400 bijih di Perak dimana bijih ini merupakan hasil pohon karet yang ditanam di kuala kangsar dan selanjutnya antara tahun 1883 – 1885 ditanam di Selangor oleh T. H. Hill. Ridley juga mengenalkan teknik eksploitasi getah karet dengan penyadapan tanpa menebang pohon karetnya.
Di tahun 1876 Kew Botanical Garden juga mengirimkan 18 buah biji karet ke pemerintahan kolonial India Belanda (sekarang Indonesia) namun demikian hanya dua buah biji yang berhasil tetap segar selama diperjalanan. Dua biji ini kemudian ditanam di Cultuurtuin Bogor sebagai koleksi dan menjadi pohon karet tertua di Indonesia. (Sumber : Santi, 2009, Sejarah Karet, Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor)
 


Minggu, 07 Juli 2013

5.2. PENCEMARAN AIR DAN SIFAT AIR TERCEMAR


PENCEMARAN AIR atau polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari dari keadaan normal,bukan dari kemurniannya.Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi.Sebagai contoh,meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi,air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2,O2 dan N2,serta bahan-bahan tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer. Air permukaan dan air sumur biasannya mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg,Ca dan Fe. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadah. Air minum pun bukan merupakan air murni. Meskipun bahan-bahan tersuspensi dan bakteri mungkin telah dihilangkan dari air tersebut, tetapi air minum mungkin masih mengandung komponen-komponen terlarut. Bahkan air murni sebenarnya tidak enak diminum karena beberapa bahan yang terlarut mungkin memberikan rasa yang spesifik terhadap air minum.

 Ciri-ciri air yang mengalami pencemaran sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh air minum yang terpcemar mungkin rasanya akan berubah meskipun perubahan baunya mungkin sukar dideteksi, bau yang menyengat mungkin akan timbul pada pantai laut, sungai dan danau yang terpolusi, kehidupan hewan air akan berkurang pada air sungai yang terpolusi berat, atau minyak yang terlihat terapung pada permukaan air laut menunjukkan adanya polusi. Tanda-tanda polusi air yang berbeda ini disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda.  

A. Pengelompokan Bahan  Pencemar Air (Polutan)


Untuk memudahkan pembahasan mengenai berbagai jenis polutan, polutan air dapat dikelompokkan atas 9 grup berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:

  1. Padatan
  2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding wastes)
  3. Mikroorganisme
  4. Komponen organik sintetik
  5. Nutrien tanaman
  6. Minyak
  7. Senyawa anorganik dan mineral
  8. Bahan radioaktif
Panas

 
                                                                http://www.ecoton.or.id/

B.   Sifat-Sifat Air Tercemar

Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya:
  1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas
  2. Suhu
  3. Warna, bau dan rasa
  4. Jumlah padatan
  5. Nilai BOD/COD
  6. Pencemaran mikroorganisme patogen
  7. Kandungan minyak
  8. Kandungan logam berat
  9. Kandungan bahan radioaktif

 


5.1. URGENSI AIR

Air adalah zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting bagi kehidupan manusia. Di banyak tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Selain di bumi, sejumlah besar air juga diperkirakan terdapat pada kutub utara dan selatan planet Mars, serta pada bulan-bulan Europa dan Enceladus. Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Pengaturan air yang kurang baik dapat menyebakan kekurangan air, monopolisasi serta privatisasi dan bahkan menyulut konflik. (Wikipedia).

 



Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.

Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).

 
 
Dari sudut pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan. Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organic untuk melakukan replikasi. Semua makhluk hidup yang diketahui memiliki ketergantungan terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang penting untuk makhluk hidup dan adalah bagian penting dalam proses metabolisme. Air juga dibutuhkan dalam fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis menggunakan cahaya matahari untuk memisahkan atom hidroden dengan oksigen. Hidrogen akan digunakan untuk membentuk glukosa dan oksigen akan dilepas ke udara.
Perairan bumi dipenuhi dengan kehidupan. Makhluk-makhluk pertama berasal dari perairan. Hampir semua ikan hidup di dalam air, selain itu, mamalia seperi lumba-lumba dan ikan paus juga hidup di dalam air. Hewan-hewan seperti amfibi menghabiskan sebagian hidupnya di dalam air. Tumbuhan seperti alga dan rumput laut menjadi sumber makanan ekosistem perairan. Di samudra, plankton menjadi sumber makanan utama.
Peradaban manusia berjaya mengikuti sumber air. Mesopotamia yang disebut sebagai awal peradaban berada di antara sungai Tigris dan Euphrates. Peradaban Mesir Kuno bergantung pada sungai Nil. Pusat-pusat manusia yang besar seperti Rotterdam, London, Montreal, Paris, New York City, Shanghai, Tokyo, Chicago, dan Hong Kong mendapatkan kejayaannya sebagian dikarenakan adanya kemudahan akses melalui perairan.
 
 
Tubuh manusia terdiri dari 55% sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air setiap hari untuk menghindari dehidrasi; jumlah pastinya bergantung pada tingkat aktivitas, suhu, kelembaban, dan beberapa faktor lainnya. Selain dari air minum, manusia mendapatkan cairan dari makanan dan minuman lain selain air. Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 8–10 gelas (sekitar dua liter) per hari.[13] Literatur medis lainnya menyarankan konsumsi satu liter air per hari, dengan tambahan bila berolahraga atau pada cuaca yang panas.
Pelarut digunakan sehari-hari untuk mencuci, contohnya mencuci tubuh manusia, pakaian, lantai, mobil, makanan, dan hewan. Selain itu, limbah rumah tangga juga dibawa oleh air melalui saluran pembuangan. Pada negara-negara industri, sebagian besar air terpakai sebagai pelarut. Air dapat memfasilitasi proses biologi yang melarutkan limbah. Mikroorganisme yang ada di dalam air dapat membantu memecah limbah menjadi zat-zat dengan tingkat polusi yang lebih rendah.

 


Sabtu, 06 Juli 2013

4.4. PENGARUH TERHADAP TATA RUANG


Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pesisir merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pembangunan nasional. Karakteristik wilayah pesisir Indonesia diantaranya adalah : 

q  Meliputi 81,000 km panjang garis pantai dengan 17,508 pulau yang sangat beraneka ragam karakteristiknya.

q  Dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.[1] Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.

q  Terdapat 47 kota pantai mulai dari Sabang hingga Jayapura sebagai pusat pelayanan aktivitas sosial-ekonomi pada 37 kawasan andalan laut sekaligus sebagai pusat pertumbuhan kawasan pesisir.

q  Mengandung potensi sumber daya kelautan yang sangat kaya, seperti (a) pertambangan dengan diketahuinya 60 cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan dunia; (c) pariwisata bahari yang diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity).

q  Wilayah ini merupakan sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal. Sebagai contoh, dari keseluruhan potensi sumber daya perikanan yang ada maka secara agregat nasional baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan. Sementara itu, ditinjau dari nilai investasi yang masuk, maka besaran investasi domestik dan luar negeri pada bidang kelautan dan perikanan selama 30 tahun tidak lebih dari 2% dari total investasi di Indonesia.

q  Pesisir merupakan kawasan perbatasan antar-negara maupun antar-daerah yang sensitif yang memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang  terjadi pada kisaran 1,5–40 Celcius pada akhir abad 21.

Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi   masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir.

Walaupun dampak kenaikan permukaan air laut dan banjir yang sesungguhnya masih menjadi debat dalam dunia riset, dalam makalah ini dapat dikemukakan skenario kenaikan muka air laut yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (1990), dimana disebutkan adanya 3 (tiga) skenario kenaikan permukaan air laut (sea level rise). Beberapa studi yang dilakukan untuk Indonesia menggunakan skenario moderat yakni kenaikan sebesar ± 60 cm hingga akhir abad 21 sebagai pijakan. Adapun skenario tersebut  selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berikut.
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dari wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi.[1] Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.
 
 
Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini saja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan.  Luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aquaculture pun akan terancam dengan sendirinya.
Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.
Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : (a)  gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada  wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih ‘buram’ apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang [i]hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional,[1] dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seperti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan swasembada pangan di Indonesia. 
1.    Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pulau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.[2]
2.    Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diambil langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan – khususnya yang berfungsi lindung – akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bersih pada jangka panjang.