Kebutuhan dasar manusia keberadaanya
dalam lingkungan hidup juga menimbulkan masalah sikap kejiwaannya. Untuk itu di
kenal psikologi lingkungan (environmental
psychology), belakangan muncul ekopsikologi. Sikap dan perilaku manusia
sangat dipengaruhi oleh perilaku ruang (spatial
behaviour). Hal ini mungkin sekali akan menimbulkan ketegangan lingkungan (evironmental stress), misalnya keadaan
ruangan yang akan memicu kejiwaan seseorang, sifat cahaya, suasana dan suhu.
Lebih lanjut juga pengaruh luas/sempitnya ruangan, yang akan berpengaruh
terhadap dimensi teritorialitas dan privacy
seseorang.
Environmental stress akan berpengaruh
pada diri seseorang, sesuai dengan lamanya keadaan/gangguan yang dapat diterima
olehnya untuk menanggapinya. Jadi pada dasarnya pengaruh lingkungan terhadap
kejiwaan seseorang dapat bersifat internal,
eksternal, maupun transendental.
A. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi
seseorang dapat berbeda-beda. Dalam kehadiran seseorang dalam lingkungan hal
itu sangat tergantung pada:
(1)
Jati
diri yang merupakan refleksi dari egoisme seseorang, yakni dari
kepercayaan diri, kemandirian maupun keyakinan akan kompetensi maupun
perasaannya dalam kehidupan.
(2)
Empati yakni
kemampuan untuk mengenal dan memahami perasaan orang lain dalam sistem sosial
dimana dia berada. Dengan empati seseorang akan berusaha untuk “kompromi” dalam
menyesuaikan diri dengan sistem sosial dimana dia berada.
(3)
Altruisme
yakni sikap dan perilaku untuk berusaha menolong orang lain,
bahkan kadang-kadang dengan mengesampingkan keperluan diri sendiri. Jadi sikap
yang terpuji adalah gabungan antara egoisme, empati dan altruisme, karena
dengan sikap ini sebenarnya seseorang juga harus memantapkan jati dirinya
sendiri terlebih dahulu. Kepentingan orang lain yang harus di tolong pun harus
berdasarkan menolongnya agar dia mampu mandiri untuk dapat mengikis
ketergantungan pada orang lain. Dalam hubungan ini istilah jangan diberi ikan, tapi kail walaupun sepintas lalu baik, tetapi perlu ditelaah lebih jauh
dari kepedulian lingkungan kita. Mengail (mancing ikan) sebenarnya harus
dilihat dari urutan dosa berikut:
·
Dosa karena menyakiti cacing yang
dijadikan umpan,
·
Dosa karena menipu ikan, dan
·
Dosa karena menyakiti ikan yan
terpancing, yang mungkin mulutnya terpaksa sobek.
Jadi
perlu diganti dengan ungkapan jangan diberi ikan, tetapi ajarkan cara
memelihara ikan.
B.
Faktor eksternal
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita
juga sangat mendapatkan pengaruh faktor eksternal, yakni faktor perilaku
kepedulian sesama dan faktor kehormatan.
(1)
Kepedulian atau caring for, faktor diperhitungkan keberadaan kita; selengkapnya
faktor eksternal yang kita harapkan adalah caring, loving and belonging within the society where
one belongs.
(2)
Kehormatan atau sikap esteem,mulai dari
self-esteem, kehormatan diri antarsesama (lihat Maslow 1970).
Dalam kehidupan yang berlangsung
secara fisik dan kimiawi mungkin juga terjadi keteledoran perilaku yang tanpa
sengaja maupun di sengaja dapat membahayakan kehidupan. Misalnya dalam berbagi
kegiatan di bidang industri, perdagangan, pertanian,transportasi dan sebagainya
dapat terjadi faktor eksternal seperti penggunaan pupuk dan pestisida, termasuk
bahan yang berbahaya (peledak, narkoba, dan lain-lain), pembuangan limbah
industri dan sebagainya.
Untuk mempertajam kewaspadaan dan
kerja sama antarsektor dalam penggunaan bahan beracun dan berbahaya, telah
disusun Profil Nasional tentang pembinaan infrastruktur pengolaan bahan kimia
indonesia (Badan POM 2005).
C. Faktor transendental
Tuhan
menciptakan manusia dengan segenap perangkat dan pengada agar selalu berupaya
meningkatkan kesejahteran hidupnya. Jadi hari esok harus lebih baik dari hari
ini, sehingga rugilah kita kalau keadaan esok hari sama dengan hari ini. Oleh
karena itu kita dikatakan Emil Salim (1986) dalam melaksanakan pembangunan
dengan meningkatkan kesejahteraan lahiriah dan batiniah, sebenarnyalah manusia
telah melaksanakan ibadah sebagaimana diperintahkan oleh pencipta-Nya. Jadi
pembangunan bersumber pada pengabdian serta pendekan diri pada Tuhan Yang
Mahaesa.
“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan
perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah :
Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)
Bumi sebagai tempat tinggal dan
tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah dijadikan Allah dengan
penuh rahmat Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan
dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan
Hanya saja ada
sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak
sesuatu yang berupa materi atau benda saja, melainkan juga berupa sikap, perbuatan
tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk
menutupi keburukan tersebut sering kali merka menganggap diri mereka sebagai
kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang
berbuat kerusakan di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar