Dalam
menelaah segala ciptaan (entity) di
Bumi dan sekitar ini perlu di pahami bahwa segenap pengada, baik yang ragawi
(benda) maupun insani (makhluk hidup) pada dasarnya sekaligus memperlihatkan
sifat fisik dan kimiawi. Misalnya O2 (oksigen)
dan CO2 (karbondioksida) keduanya dikenal sebagai bahan kimia,
tetapi keberadaannya sebagai gas, baik gas oksigen maupun gas
karbondioksida merupakan benda secara fisik. Contoh lain adalah H2O, yang
dikenal sebagai benda dengan rumus kimiawi,tetapi keberadaannya di Alam sebagai
air. Proses yang dialami oleh air pun
dapat bersifat fisik, misalnya kalau gula yang manis dilarutkan dalam air, rasa
yang manis dengan tambahan air berubah fisiknya menjadi kurang atau tidak
manis. Secara kimiawi, air juga terlibat dalam proses kimia, seperti halnya
dalam fotosintesis, dimana CO2 + H2O
menjadi C6H12O6
(karbohidrat) dan O2 (oksigen).
Demikian pula halnya dengan berbagai bahan
atau benda lain, misalnya batu bara,
yang terdiri atas unsur C, H, N, S dan O dalm berbagai perbandingan, mulai
benda yang disebut selulosa dengan
kadar C ± 45%, sampai antrasit (batu
bara tua) dengan kadar C ± 95%. Hasil pembakaran batu bara (dengan O2)
memang berbeda-beda terutama dari kandungan C-nya, makin tinggi kandungan C-nya
makin panas hasil pembakarannya. Kandungan bahan yang lain seperti H, N dan S
juga ikut terbakar, tetapi tidak cukup nyata pengaruh panas yang dihasilkan.
Dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia
perwujudannya memang fisik sebagai pengada
insani lain, tetapi dalam kehidupannya segala proses yang terjadi juga
bersifat fisik maupun kimia, karena dalam metabolisme disebut proses
kimia-fisika (physicochemistry).
A.
Pendekatan strategik pengelolaan kimia
Di Dahia, Brazil pada tahun 2000
telah diselenggarakan pertemuan yang disebut Forum (ke-III) dari SAICM, Strategic Approach to International Chemical
Management. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati Deklarasi Dahia yang
berkaitan dengan perioritas sebagai berikut:
- Kendala-kendala dan keamanan kimia;
- Keamanan permukiman dan kesehatan;
- Pengumpulan data tentang kecelakaan (kimia);
- Pengelolaan risiko dan pengendalian penggunaan
pestisida yang beracun;
- Pengembangan kapasitas kelembagaan; dan
- Tindak lanjut SAICM di setiap negara.
Pertemuan ini dihadiri oleh 122
wakil negara, 11 lembaga antarnegara seperti WHO, ILO, UNEP, FAO, UNDP, UNESCO,
dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerja sama international tentang
penyelamatan bahan kimia, diharapkan agar World Customs Organization (WCO) ikut
mengatur dan mengawasi peredaraan/lalu-lintas bahan kimia antarnegara.
Disepakati bahwa dana yang ada pada Global
Environmental Safety (GEF) dapat diluncurkan untuk melaksanakan konversi
Stockholm pada tahun 2006.
B.
Tim koordinasi pengolahan bahan kimia secara strategik
Sebagai tindak lanjut komitmen
pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah dibentuk Tim Teknis Pengolahan
Bahan Kimia Terpadu yang terdiri atas wakil lintas sektor dengan Kementrrian
Lingkungan Hidup sebagai leading sektor dengan dibantu oleh Badan POM ( Badan
Pengawas Obat dan Makan). Sektor yang terkait di dalam tim tersebut adalah
komisi pestisida, kerjasama BATAN-Depkes, Badan kesehatan dan keselamatan
kerja, komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL (baca:komisi
kelakyakan pembangunan ), forum koordinasi manajemen kimia terpadu, dan
berbagai badan lain yang dalam pembentukan seperti pusat pengendalian
keracuna/pusat informasi keracunan. Berbagai kegiatan penunjang perlu
dikembangkan seperti pendidikan,mulai sekolah dasar, menengah sampai perguruan
tinggi, pelatihan, pertemuan antar
sektor, dan lain-lain.
Profil nasional tentang
infrastruktur pengelolaan bahan kimia di Indonesia jika menyangkut produksi,
impor-ekspor serta penggunaan bahan kimia. Di samping itu juga disertai
perencanaan dan pengawasan pengelolaan limbah bahan kimia dari berbagai sumber,
industri, hotel, rumah makan, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar