Dasar-dasar teori kuantum klasik
a. Spektrum atom
Bila logam atau senyawanya
dipanaskan di pembakar, warna khas logam akan muncul. Ini yang dikenal dengan
reaksi nyala. Bila warna ini dipisahkan dengan prisma, beberapa garis spektra
akan muncul, dan panjang gelombang setiap garis khas untuk logam
yang digunakan. Misalnya, garis kuning natrium berkaitan dengan dua garis
kuning dalam spektrumnya dalam daerah sinar tampak, dan panjang gelombang kedua
garis ini adalah 5,890 x 10-7 m dan 5,896 x 10-7 m.
Bila gas ada dalam tabung
vakum, dan diberi beda potensial tinggi, gas akan terlucuti dan memancarkan
cahaya. Pemisahan cahaya yang dihasilkan dengan prisma akan menghasilkan
garisspektra garis diskontinyu. Karena panjang gelombang cahaya khas bagi atom,
spektrum ini disebut dengan spektrum
atom.
Fisikawan
Swiss Johann Jakob Balmer (1825-1898) memisahkan cahaya yang diemisikan oleh
hidrogen bertekanan rendah. Ia mengenali bahwa panjang gelombang λ deretan
garis spektra ini dapat dengan akurat diungkapkan dalam persamaan sederhana
(1885). Fisikawan Swedia Johannes Robert Rydberg (1854-1919) menemukan bahwa
bilangan gelombang σ garis spektra dapat diungkapkan dengan persamaan berikut
(1889).
σ = 1/ λ = R{ (1/ni2 ) -(1/nj2 ) }cm-1 …
(2.1)
Jumlah gelombang dalam satuan
panjang (misalnya, per 1 cm)
ni dan nj bilangan
positif bulat(ni < nj) dan
R adalah tetapan khas untuk gas yang digunakan. Untuk hidrogen R bernilai
1,09678 x 107m-1.
Umumnya bilangan
gelombang garis spektra atom hodrogen dapat diungkapkan sebagai perbedaan dua
suku R/n2.
b. Teori Bohr
Di akhir abad 19, fisikawan
mengalami kesukaran dalam memahami hubungan antara panjang gelombang radiasi
dari benda yang dipanaskan dan intesitasnya. Terdapat perbedaan yang besar
antara prediksi berdasarkan teori elektromagnetisme dan hasil percobaan.
Fisikawan Jerman Max Karl Ludwig Planck (1858-1947) berusaha menyelesaikan
masalahyang telah mengecewakan fisikawan tahun-tahun itu dengan mengenalkan
hipotesis baru yang kemudian disebut dengan hipotesis kuantum (1900).
Fenomena
emisi elektron dari permukaan logam yang diradiasi cahaya (foto-iradiasi)
disebut dengan efek fotolistrik. Untuk logam tertentu, emisi hanya akan
terjadi bila frekuensi sinar yang dijatuhkan di atas nilai tertentu yang khas
untuk logam tersebut. Alasan di balik gejala ini waktu itu belum diketahui.
Einstein dapat menjelaskan fenomena ini dengan menerapkan hipotesis kuantum
pada efek fotoelektrik (1905). Sekitar waktu itu, ilmuwan mulai percaya bahwa
hipotesis kuantum merupakan prinsip umum yang mengatur dunia mikroskopik.
Teori
Bohr
1. Elektron
dalam atom diizinkan pada keadaan stasioner tertentu. Setiap keadaan stasioner
berkaitan dengan energi tertentu.
2. Tidak
ada energi yang dipancarkan bila elektron berada dalam keadaan stasioner ini.
Bila elektron berpindah dari keadaan stasioner berenergi tinggi ke keadaan
stasioner berenergi lebih rendah, akan terjadi pemancaran energi. Jumlah
energinya, h ν, sama dengan perbedaan energi antara kedua keadaan stasioner
tersebut.
3. Dalam
keadaan stasioner manapun, elektron bergerak dalam orbit sirkular sekitar inti.
4. Elektron
diizinkan bergerak dengan suatu momentum sudut yang merupakan kelipatan
bilangan bulat h/2π, yakni
mvr = n(h/2π), n =
1, 2, 3,. … (2.3)
Energi elektron yang dimiliki atom hidrogen dapat dihitung
dengan menggunakan hipotesis ini. Di mekanika klasik, gaya elektrostatik yang
bekerja pada elektron dan gaya sentrifugal yang di asilkan akan saling
menyetimbangkan. Jadi,
e2/4πε0r2 =
mv2/r … (2.4)
Dalam persamaan 2.3 dan 2.4,
e, m dan v adalah muatan, massa dan kecepatan elektron, r adalah jarak antara
elektron dan inti, dan ε0 adalah tetapan dielektrik vakum, 8,8542 x
10-2 C2N-1 m2.
c. Spektra atom hidrogen
Menurut teori Bohr, energi radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan atom berkaitan dengan perbedaan energi dua keadaan stationer i dan
j. Jadi,
ΔE = hν = │Ej – Ej│= (2π2me4/ε02h2 )ï¼»(1/ni2 )
-(1/nj2 )ï¼½ nj > ni (2.9)
Bilangan gelombang radiasi elektromagnetik diberikan oleh:
ν = me4/8ε02n2h3)ï¼»(1/ni2 ) -(1/nj2 )ï¼½ (2.10)
Suku tetapan yang dihitung
untuk kasus nj = 2 dan ni = 1 didapatkan identik dengan nilai yang
didapatkan sebelumnya oelh Rydberg untuk atom hidrogen (lihat persamaan 2.1).
Nilai yang secara teoritik didapatkan oleh Bohr (1,0973 x 10-7 m -1)
disebut dengan konstanta Rydberg R∞.
Deretan nilai frekuensi uang dihitung dengan memasukkan nj = 1,
2, 3, … berkaitan dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang dipancarkan
elektron yang kembali dari keadaan tereksitasi ke tiga keadaan stasioner, n =
1, n =2 dan n = 3. Nilai-nilai didapatkan dengan perhitungan adalah nilai yang
telah didapatkan dari spektra atom hidrogen. Ketiga deret tersebut
berturut-turut dinamakan deret Lyman, Balmer dan Paschen. Ini mengindikasikan
bahwa teori Bohr dapat secara tepat memprediksi spektra atom hidrogen.
d. Hukum Moseley
Fisikawan Inggris Henry Gwyn Jeffreys Moseley (1887-1915)
mendapatkan, dengan menembakkan elektron berkecepatan tinggi pada anoda logam,
bahwa frekuensi sinar-X yang dipancarkan khas bahan anodanya. Spektranya
disebut dengan sinar-X karakteristik. Ia menginterpretasikan hasilnya dengan
menggunakan teori Bohr, dan mendapatkan bahwa panjang gelombang λ sinar- X
berkaitan dengan muatan listrik Z inti. Menurut Moseley, terdapat hubungan
antara dua nilai ini (hukum Moseley; 1912).
1/λ = c(Z – s)2 …
(2.11)
c dan s adalah tetapan yang berlaku untuk semua unsur, dan Z
adalah bilangan bulat.
Bila unsur-unsur disusun dalam urutan sesuai dengan posisinya
dalam tebel periodik (lihat bab 5), nilai Z setiap unsur berdekatan akan
meningkat satu dari satu unsur ke unsur berikutnya. Moseley dengan benar
menginterpretasikan nilai Z berkaitan dengan muatan yang dimiliki inti. Z tidak
lain adalah nomor atom.
Kata Pencarian Artikel
ini:
teori kuantum, teori mekanika kuantum, Teori atom
klasik, konstanta
rydberg, hukum kuantum, dasar teori
kimia, teori kimia
dasar, teori dasar
kimia, Pengertian Reaksi nyala, dasar teori reaksi nyala
thanx buat bacaannya.
BalasHapus