Kulit K dan L atom natrium terisi penuh elektron,
tetapi hanya ada satu elektron di kulit terluar (M). Jadi natrium dengan mudah
kehilangan satu elektron terluar ini menjadi ion natrium Na+ yang
memiliki konfigurasi elektron yang sama dengan atom neon Ne (1s22s22p6).
Konfigurasi elektron atom khlor (1s22s22p63s23p5).
Bila satu atom khlorin menangkap satu elektron untuk melengkapi kulit M-nya
agar menjadi terisi penuh, konfigurasi elektronnya menjadi (1s22s22p63s23p6)
yang identik dengan konfigurasi elektron argon Ar.
Pada waktu itu, sruktur kristal natrium khlorida telah
dianalisis dengan analisis kristalografik sinar-X, dan keberadaan ion natrium
dan khlorida telah diyakini. Jelas tidak ada pertentangan antara teori Kossel
dan fakta sepanjang senyawa ion yang dijelaskan. Namun, teori ini belum
lengkap, seperti dalam kasus dualisme elektrokimia, dalam hal teori ini gagal
menjelaskan fakta ekesperimen seperti pembentukan senyawa hidrogen atau tidak
diamatinya kation C4+ atau anion C4-.
b. Ikatan kovalen
Sekitar tahun 1916, dua kimiawan Amerika, Gilbert
Newton Lewis (1875-1946) dan Irving Langmuir (1881-1957), secara independen
menjelaskan apa yang tidak terjelaskan oleh teori teori Kossel dengan
memperluasnya untuk molekul non polar. Titik krusial teori mereka adalah
penggunaan bersama elektron oleh dua atom sebagai cara untuk mendapatkan kulit
terluar yang diisi penuh elektron. Penggunaan bersama pasangan elektron oleh
dua atom atau ikatan kovalen adalah konsep baru waktu itu.
Teori ini kemudian diperluas menjadi teori oktet.
Teori ini menjelaskan, untuk gas mulia (selain He), delapan elektron dalam
kulit valensinya disusun seolah mengisi kedelapan pojok kubus (gambar 3.3)
sementara untuk atom lain, beberapa sudutnya tidak diisi elektron. Pembentukan
ikatan kimia dengan penggunaan bersama pasangan elektron dilakukan dengan
penggunaan bersama rusuk atau bidang kubus. Dengan cara ini dimungkinkan untuk
memahami ikatan kimia yang membentuk molekul hidrogen. Namun, pertanyaan paling
fundamental, mengapa dua atom hidrogen bergabung, masih belum terjelaskan.
Sifat sebenarnya ikatan kimia masih belum terjawab.
Lewis mengembangkan simbol untuk ikatan elektronik
untuk membentuk molekul (struktur Lewis atau rumus Lewis) dengan cara sebagai
berikut.
Aturan penulisan rumus Lewis
1) Semua elektron valensi ditunjukkan dengan titik di
sekitar atomnya.
2) Satu ikatan (dalam hal ini, ikatan tunggal) antara
dua atom dibentuk dengan penggunaan bersama dua elektron (satu elektron dari
masing-masing atom)
3) Satu garis sebagai ganti pasangan titik sering
digunakan untuk menunjukkan pasangan elektron ikatan.
4) Elektron yang tidak digunakan untuk ikatan tetap
sebagai elektron bebas. Titik-titik tetap digunakan untuk menyimbolkan pasangan
elektron bebas.
5) Kecuali untuk atom hidrogen (yang akan memiliki dua
elektron bila berikatan), atom umumnya akan memiliki delapan elektron untuk
memenuhi aturan oktet. Berikut adalah contoh-contoh bagaimana cara menuliskan
struktur Lewis.
Ikatan koordinat
Dengan menggabungkan teori valensi dengan teori ikatan
ion dan kovalen, hampir semua ikatan kimia yang diketahui di awal abad 20 dapat
dipahami. Namun, menjelasng akhir abad 19, beberapa senyawa yang telah
dilaporkan tidak dapat dijelaskan dengan teori Kekulé dan Couper. Bila teori
Kekulé dan Couper digunakan untuk mengintepretasikan struktur garam luteo,
senyawa yang mengandung kation logam dan aminua dengan rumus rasional Co(NH3)6Cl3,
maka struktur singular (gambar 3.4(a)) harus diberikan.
Struktur semacam ini tidak dapat diterima bagi
kimiawan Swiss Alfred Werner (1866-1919). Ia mengusulkan bahwa beberapa unsur
termasuk kobal memiliki valensi tambahan, selain valensi yang
didefinisikan oleh Kekulé dan Couper, yang oleh Werner disebut dengan valensi
utama. Menuru Werner, atom kobalt dalam garam luteo berkombinasi dengan
tiga anion khlorida dengan valensi utamanya (trivalen) dan enam amonia dengan
valensi tambahannya (heksavalen) membentuk suatu oktahedron dengan atom
kobaltnya di pusat (gambar 3.4(b)).
Gambar 3.4 Dua struktur yang diusulkan untuk garam
luteo.
Setelah melalui debat panjang, kebenaran teori Werner
diterima umum, dan diteumkan bahwa banyak senyawa lain yang memiliki valensi
tambahan. Dalam senyawa-senyawa ini, atomnya (atau ionnya) yang memerankan
peranan kobalt disebut dengan atom pusat, dan molekul yang memerankan
seperti amonia disebut dengan ligan.
Sifat sebenarnya dari valensi tambahan ini diungkapkan
oleh kimiawan Inggris Nevil Vincent Sidgewick (1873-1952). Ia mengusulkan
sejenis ikatan kovalen dengan pasangan elektron yang hanya disediakan oleh
salah satu atom, yakni ikatan koordinat.. Jadi atom yang menerima pasangan
elektron harus memiliki orbital kosong yang dapat mengakomodasi pasangan
elektron. Kekulé telah mengungkapkan amonium khlorida sebagai NH3・HCl.
Menurut Sidgewick, asuatu iktan koordiant dibentuk oleh atom nitrogen dari
amonia dan proton menghasilkan ion amonium NH4+, yang
selanjutnya membentuk ikatan ion dengan ion khlorida menghasilkan amonium
khlorida.
Amonia adalah donor elektron karena mendonorkan
pasangan elektron, sementara proton adalah akseptor elektron karena menerima
pasangan elejtron di dalam orbital kosongnya.
Dalam hal garam luteo, ion kobalt memiliki enam
orbital kosong yang dapat membentuk ikatan koordinat dengan amonia.
Ikatan logam
Setelah penemuan
elektron, daya hantar logam yang tinggi dijelaskan dengan menggunakan model elektron
bebas, yakni ide bahwa logam kaya akan elektron yang bebas bergerak dalam
logam. Namun, hal ini tidak lebih dari model. Dengan kemajuan mekanika kuantum,
sekitar tahun 1930, teori MO yang mirip dengan yang digunakan dalam molekul
hidrogen digunakan untuk masalah kristal logam.
Elektron dalam
kristal logam dimiliki oleh orbital-orbital dengan nilai energi diskontinyu,
dan situasinya mirip dengan elektron yang mengelilingi inti atom. Namun, dengan
meingkatnya jumlah orbital atom yang berinteraksi banyak, celah energi dari
teori MO menjadi lebih sempit, dan akhirnya perbedaan antar tingkat-tingkat
energi menjadi dapat diabaikan. Akibatnya banyak tingkat energi akan bergabung
membentuk pita energi dengan lebar tertentu. Teori ini disebut dengan teori
pita.
Tingkat energi logam
magnesium merupakan contoh teori pita yang baik (Gambar 3.8). Elektron yang ada
di orbital 1s, 2s dan 2p berada di dekat inti, dan akibatnya terlokalisasi di
orbital-orbital tersebut. Hal ini ditunjukkan di bagian bawah Gambar 3.8.
Namun, orbital 3s dan 3p bertumpang tindih dan bercampur satu dengan yang lain
membentuk MO. MO ini diisi elektron sebagian, sehingga elektron-elektron ini
secara terus menerus dipercepat oleh medan listrik menghasilkan arus listrik.
Dengan demikian, magnesium adalah konduktor.
Bila orbital-orbital
valensi (s) terisi penuh, elektron-elektron ini tidak dapat digerakkan oleh
medan listrik kecuali elektron ini lompat dari orbital yang penuh ke orbital
kosong di atasnya. Hal inilah yang terjadi dalam isolator.
b. Ikatan hidrogen
Awalnya diduga bahwa
alasan mengapa hidrogen fluorida HF memiliki titik didih dan titik leleh yang
lebih tinggi dibandingkan hidrogen halida lain (gambar 3.9) adalah bahwa HF ada
dalam bentuk polimer. Alasan tepatnya tidak begitu jelas untuk kurun waktu yang
panjang. Di awal tahunh 1920-an, dengan jelas diperlihatkan bahwa polimer
terbentuk antara dua atom flourin yang mengapit atom hidrogen.
Sangat tingginya
titik didih dan titik leleh air juga merupakan masalah yang sangat menarik. Di
awal tahun 1930-an, ditunjukkan bahwa dua atom oksigen membentk ikatan yang
mengapit hidrogen seperti dalam kasus HF (gambar 3.9). Kemudian diketahui bahwa
ikatan jenis ini umum didapatkan dan disebut dengan ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen
dengan mudah terbentuk bila atom hidroegen terikat pada atom elektronegatif
seperti oksigen atau nitrogen. Fakta bahwa beberapa senyawa organik dengan
gugus hidroksi -OH atau gugus amino -NH2 relatif lebih larut dalam
air disebabkan karena pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul air.
Dimerisasi asam karboksilat seperti asama asetat CH3COOH juga
merupakan contoh yang sangat baik adanya ikatan hidrogen.
Ikatan Van der Waals
Gaya dorong
pembentukan ikatan hidrogen adalah distribusi muatan yang tak seragam dalam
molekul, atau polaritas molekul (dipol permanen). Polaritas molekul adalah
sebab agregasi molekul menjadi cair atau padat. Namun, molekul non polar
semacam metana CH4, hidrogen H2 atau He (molekul
monoatomik) dapat juga dicairkan, dan pada suhu yang sangat rendah, mungkin
juga dipadatkan. Hal ini berarti bahwa ada gaya agreagasi antar molekul-molekul
ini.. Gaya semacam ini disebut dengan gaya antarmolekul.
Ikatan hidrogen yang
didiskusikan di atas adalah salah satu jenis gaya antarmolekul. Gaya
antarmolekul khas untuk molekul non polar adalah gaya van der Waals. Asal usul
gaya ini adalah distribusi muatan yang sesaat tidak seragam (dipol sesaat) yang
disebabkan oleh fluktuasi awan elektron di sekitar inti. Dalam kondisi yang
sama, semakin banyak jumlah elektron dalam molekul semakin mudah molekul
tersebut akan dipolarisasi sebab elektron-elektronnya akan tersebar luas. Bila
dua awan elektron mendekati satu sama lain, dipol akan terinduksi ketika awan
elektron mempolarisasi sedemikian sehingga menstabilkan yang bermuatan
berlawanan. Dengan gaya van der Waals suatu sistem akan terstabilkan sebesar 1
kkal mol-1. Bandingkan harga ini dengan nilai stabilisasi yang
dicapai dengan pembentukan ikatan kimia (dalam orde 100 kkal mol-1).
Kimiawan kini sangat tertarik dengan supramolekul yang terbentuk dengan
agregasi molekul dengan gaya antarmolekul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar