Pendidikan berwawasan lingkungan menjadi penting
karena dunia sekarang mengelami ketidakseimbangan (disequilibrium), oleh
sebab itu pembangunan sekarang harus mengalami penyesuaian. Paradigma terhadap
pembangunan harus diubah, dan untuk itu harus dimulai melalui pendidikan.
Dengan masuknya ilmu lingkungan ke dalam kurikulum pendidikan seluruh jenjang sekolah, diharapkan akan meningkatkan kepekaan
atau daya tanggap anak didik terhadap persoalan lingkungan yang muncul. Sampai
suatu saat, ketika peserta didik mengambil alih posisi penanggung jawab
pembangunan, diharapkan tidak terjadi salah kaprah dalam pengelolaan lingkungan
(Afia, 1995).
Sejak kira-kira tiga dasawarsa terakhir, para pakar
dari berbagai bidang ilmu telah sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa
lingkungan kehidupan di planet Bumi ini telah mengalami berbagai gangguan
dengan dampak yang mengkhawatirkan karena mengancam keberlanjutan kesejahteraan
hidup, bahkan kesintasan (survival) manusia. Kecenderungan global menunjukkan
bahwa penurunan dalam kualitas kondisi lingkungan serta kualitas dan kuantitas
ketersediaan sumberdaya alam terus berlangsung. Penyebab utama semua gangguan
lingkungan itu ternyata berpangkal pada manusia sendiri, sebagai akibat dari
laju peningkatan populasinya yang sangat tinggi. Berbagai kegiatan manusia,
yang pada dasarnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, secara langsung
ataupun tidak, telah memberikan dampak besar pada lingkungan yang seringkali
berskala global.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan lingkungan dan untuk memahami kepentingan lingkungan jangka
panjang. Salah satu upaya penting adalah diadakannya pendidikan lingkungan yang
dapat diberikan secara formal ataupun informal. Pendidikan lingkungan
diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya lingkungan, memberikan
pengetahuan mengenai asas-asas ekologi yang mendasari hubungan manusia dengan
lingkungannya, serta pengertian bahwa segala sesuatu akan berkaitan dan saling
mempengaruhi. Pendidikan itu diharapkan pula dapat menimbulkan sikap yang lebih
peduli terhadap lingkungan dan memberikan ketrampilan awal untuk menangani
permasalahan lingkungan, paling tidak pada skala domestik. Akhirnya, yang
sangat diharapkan adalah bahwa pendidikan lingkungan akan dapat merangsang
keinginan orang untuk berpartisipasi dalam turut memelihara lingkungannya. Di
negara-negara maju, pendidikan lingkungan telah diberikan sejak dini, bahkan
mulai usia pra-sekolah, secara informal di rumah.
Tradisi dan budaya lokal tertentu di berbagai
tempat di Indonesia sudah sejak dahulu membawa misi pendidikan lingkungan
dengan menanamkan disiplin, kesadaran dan sikap yang secara ekologis tepat
dalam memelihara keberlanjutan kondisi dan ketersediaan sumberdaya lingkungan.
Misalnya, masyarakat di berbagai tempat di kepulauan Maluku dan Papua, sejak
dahulu hidup dalam budaya sasi dengan mematuhi segala tata aturan yang telah
ditentukan para pemuka (adat, agama) dalam hal kapan dan bagaimana memanfaatkan
berbagai jenis sumberdaya hayati. Menangkap ikan, berburu hewan, mengumpulkan
hasil hutan, menebang pohon sagu dsb., hanya boleh dilakukan pada waktu-waktu
tertentu yang berbeda bagi setiap jenis sumberdaya. Di luar waktu-waktu
tersebut, aktivitas pemanfaatan berbagai jenis sumberdaya itu dihentikan.
Pelanggaran sasi, setidaknya dulu, jarang sekali terjadi. Apabila terjadi, maka
si pelanggar akan dikenakan sanksi tertentu.
Pengetahuan lingkungan (environmental science)
merupakan ilmu yang relatif muda. Kelahirannya sangat dipacu oleh kekhawatiran
akan terjadinya krisis lingkungan dan urgensi diperlukannya landasan
pengetahuan yang memadai untuk melengkapi keperluan pendidikan lingkungan.
Pendekatan dalam pengetahuan lingkungan bersifat multidisipliner dan
interdisipliner, karena ilmu ini mengintegrasikan beberapa cabang ilmu mengenai
perikehidupan manusia serta kaitannya dengan berbagai aspek lingkungan
masyarakat (mis. sosiologi, ekonomi, seni-budaya, politik, antropologi,
pertanian-perikanan-kehutanan, rekayasa, planologi, ilmu manajemen, matematika,
geologi, biologi, kimia dan fisika). Asas-asas utama yang digunakan sebagai
landasan aspek keterkaitan, hubungan pengaruh-mempengaruhi dan
kesaling-bergantungan antara manusia dengan lingkungan sosial, alami, ekonomi
atau pun budayanya, adalah asas-asas ekologi.
Tiga tujuan utama dari Pengetahuan Lingkungan
adalah untuk: (1) memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep dasar tentang
manusia dan lingkungannya, (2) memberikan dasar-dasar kemampuan untuk melakukan
analisis mengenai permasalahan lingkungan aktual baik yang terjadi di tingkat
lokal, regional ataupun global; dan (3) memberikan contoh-contoh solusi
alternatif tentang bagaimana mengatasi permasalahan lingkungan melalui
pendekatan ekologis dan penerapan teknologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar